Teruntuk seseorang yang pernah ku sakiti. Teruntuk seseorang yang kecewa dengan tingkahku selama ini, untuk dia yang terus berdiam diri, untuk seseorang yang pernah mengisi namanya dihatiku ini. Assalamu’alaikum wahai engkau yang pernah tersakiti, Lama kita tidak saling mengirim kabar, teramat lama juga kita membangun luka antara sesama kita. Maafkanlah aku yang terus kecewa, maafkan aku yang begitu posesif ingin melindungimu namun aku tak pernah mengerti cara yang dewasa yang kau anggap baik untuk melindungimu. Maafkanlah aku yang tak pernah dewasa dalam mengambil sikap. Teramat lama aku ingin segera mengakhiri perang dingin ini. Teramat lama aku ingin kita kembali berteman seperti dulu lagi, tanpa harus ada makian antara aku dan kamu. Teramat lama dan telah teramat sesak aku menunggu waktu yang tepat untuk mengucapkan kata maaf ini. Maka maafkanlah aku. Apakah engkau harus terus memegang kata: tidaklah mudah untuk memaafkan. Bukankah Tuhan saja Maha Pemaaf, namun mengapa aku atau engkau tidak mampu memaafkan? Sudah menjadi tuhan-tuhan kecilkah kita? Atau memang engkau telah memaafkan segala kesalahanku? Namun mengapa telah terputus tali silaturahmi diantara kita? Jangan seperti itu. Sungguh jangan seperti itu. Janganlah begitu mudah memutuskan sesuatu yang berat, janganlah begitu mudah membenci sesuatu. Hal yang engkau anggap ringan itu sebenarnya adalah sesuatu yang berat di mata Allah. “Dan janganlah kebencianmu pada suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil.” Masih ingatkah engkau suatu kisah, dimana engkau bercerita: “Aku pernah memiliki seekor domba, dulu domba itu begitu kusayang. Kemana aku pergi domba itu mengikutiku, dan kemana domba itu beranjak akupun mengikutinya. Namun suatu hari aku amat begitu buruk dan membencinya, domba itu mulai sering mengomel. Dia mengoceh betapa aku harus lebih sering mandi, dia terus berkelakar bahwa tidak baik jika aku tidak mandi. Dia mulai sering mengkritikku. Aku marah. Aku ku tinggalkan domba itu sendiri. Tidak peduli dia mau mati atau terisak nangis sendiri. Bahkan domba itu mulai membentak bahwa selama ini aku tidak ikhlas menemaninya, padahal aku ikhlas.” Dan aku pun tersenyum mendengar kisahmu. Aku pun berkata, “Mengapa tidak kau temani lagi dombamu yang sedang merajuk itu?” Kau pun ketus menjawab, “TIDAK! Dia bukan dombaku!” Tahukah engkau wahai seseorang yang pernah ku sakiti, aku pun kini merasakan apa yang dialami oleh domba itu. Terlalu sakitkah dirimu sehingga engkau begitu membenciku dan menjadikan aku laksana domba dalam ceritamu? Jangan seperti itu. Sungguh jangan seperti itu. Janganlah engkau seperti Yunus ketika meninggalkan kaumnya karena kemarahannya akibat kezaliman kaumnya dan Allah pun memperingatkan Yunus, “Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” Dulu kita pernah berteman baik sekali, hingga aku pun mengerti kapan kau akan sakit dalam tiap-tiap bulanmu. Dulu engkau begitu pengasih, hingga tahu betapa aku menginginkan sesuatu dan engkaupun memberikannya. Dulu, kita berdua begitu baik. Namun mengapa setelah datang kebaikan, timbul keburukan? Sedari awal, aku telah memaafkanmu. Bahkan aku merasa, kesalahanmu di mataku adalah akibat salahku. Aku yang memulai menanam angin, dan aku melihat badai di antara kita. Badai dingin yang amat begitu menyesakkan. Paling tidak untukku. Jangan takut jika engkau khawatir perasaan cinta yang dulu melekat akan kembali timbul. Aku bukanlah seorang baiquni seperti yang dulu lagi. Aku telah mengubah sudut pandangku tentang seseorang yang layak aku cintai. Aku sekarang sedang mencari bidadari. Ingin aku bercerita kepadamu, kandidat-kandidat bidadariku. Mengapa setelah habis cinta timbul beribu kebencian. Mengapa tidak mencoba membuka hati untuk seteguk rasa maaf. Jujur, bukan dirimu saja yang tersakiti, namun aku juga. Namun aku mencoba membuang semua sakit yang begitu menyobek hati. Andai engkau tahu wahai engkau yang pernah kusakiti. Pernahkah engkau menangis karenaku seperti aku menangis karenamu? Seperti aku terisak dihadapanmu. Pernahkah? Mungkin dirimu telah menemukan seseorang yang begitu engkau sayangi. Seseorang yang mampu membangkitkan hidupmu lagi, tetapi aku? Pernahkah engkau berpikir betapa hal yang engkau lakukan terhadapku begitu berdampak laksana katrina. Bahkan setelah itu aku masih memaafkanmu, bahkan aku menunduk memintamu memaafkan aku. Sudah menjadi tuhan kecilkah dirimu? Bahkan Tuhan saja memaafkan. Tahukah wahai engkau yang pernah tersakiti, betapa aku meneteskan air mata saat menulis ini. Betapa aku seolah pendosa laksana iblis yang terkutuk. Apakah engkau mengerti apa yang kurasakan? Mengertikah dirimu? Tak pernah ada manusia yang luput dari suatu kekhilafan. Tidak aku, tidak juga kamu wahai engkau yang pernah tersakiti. Maka, bukalah pintu maafmu itu. Untuk surat ini, untuk kekhilafanku yang lampau, untuk kenangan yang membuatmu sakit, untuk segala sesuatu tentang kita, aku minta maaf. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. |
Surat Untuk Yang Tersakiti
About Me
Popular Posts
-
Hai apa kabar semua? Ada yg kenal ma AIMP? software yang dimaksud adalah AIMP Player. AIMP adalah audio player freeware alias gratissss di...
-
Begitu banyak orang2 yang salah mentafsirkan arth keagungan cinta. Zaman sekarang cinta itu sangat identik dengan melakukan hubungan badan. ...
-
Siapa yang nggak tau Spongebob Squarepants? B est Friends Forevernya nya dia, Patrick Star. Ini makhluk emang super dongo, lemot, dan ak ga...
ADs
Labels Cloud
Labels List Numbered
twit-twit tuwit
bahagia meski mungkin tak sebebeas merpati biru
Terimakasih sudah berkunjung
Cari Blog Ini
Blog Archive
-
▼
2011
(80)
-
▼
Oktober
(41)
- OpenOffice, LibreOffice pilih mana?
- IP Messenger (Chating dalam satu jaringan LAN/WIFI)
- Nasihat memilih istri
- Track-08 Janji suci_-_Versi Jazz
- Duhai Akhwat Facebooker, Renungkan ini... (replay)
- Wahai Ikhwan Facebooker, Jangan Lumpuhkan Hati Kami
- Kisah Kekasih
- Surat Untuk Anakku
- Aku Terpaksa Menikahinya
- Sepucuk Surat Dari Noura
- Surat Untuk Yang Tersakiti
- BOMBER SMS
- Psikotest Cinta
- Sandal Jepit Istriku
- Istimewanya Seorang Wanita
- MEMAHAMI KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KARAKTER MANUSI...
- Tipe 1 "Kuning" si pecinta kesenangan
- Tipe 2 "Merah" si pengguna kekuasaan
- Tipe 3 "Biru" si pelaku kebajikan
- Tipe 4 "Putih" si penjaga kedamaian
- Kamus Besar Bahasa Indonesia
- PhotoCopier Pro 4.02
- Aksara Jawa Font + Tutorial Menulis Aksara Jawa di...
- Mencicipi Buah Plum
- Do’a para Nabi dan Rasul
- Trillian Instan Messenger
- Aku Menikahimu dengan Sederhana
- RUmuZ HatiE
- Software pembelajaran anak CERDAS
- Ayah... aku capek...
- Track 03a - Walang kekek_-_Versi Jazz
- Track 01 - Tirtonadi _-_ Versi Jazz
- 10 Kalimat Inspiratif Sang Jenius
- Track 01a - Kuncung_-_ Versi Jazz
- Track 06 - Stasiun Balapan _-_ Versi Jazz
- Track 09a - Kusumaning Ati _-_ Versi Jazz
- Track10 - Pupus Roso Tresno _-_ Versi Jazz
- My Way
- Pengukur kecepatan Internet
- Lamaranmu Ku Tolak
- Love Meter
-
▼
Oktober
(41)
setyawansaja. Diberdayakan oleh Blogger.
Label
Umbul Air Pantai Ngandong Gunung Kidul
Pantai Ngandong, dulu aq pernah maen ke sini, tapi ga paham kalo namanya pantai ngandong, yg aq tau nama pantai itu adalah pantai ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar