Fahri bin Abdillah, seorang mahasiswa
dari Indonesia yang lembut hatinya dan berbudi  mulia
Assalamu’alaikum warahmatullah wa  barakatuh.
Kepadamu kukirimkan salam terindah, salam sejahtera  para penghuni surga. Salam yang harumnya melebihi kesturi, sejuknya melebihi  embun pagi. Salam hangat sehangat sinar mentari waktu dhuha. Salam suci sesuci  air telaga Kautsar yang jika direguk akan menghilangkan dahaga selama-lamanya.  Salam penghormatan, kasih dan cinta yang tiada pernah pudar dan berubah dalam  segala musim dan peristiwa.
Wahai orang yang lembut hatinya,
Entah dari mana aku mulai dan menyusun kata-kata  untuk mengungkapkan segala sedu sedan dan perasaan yang ada di dalam dada. Saat  kau baca suratku ini anggaplah aku ada dihadapanmu dan menangis sambil mencium  telapak kakimu karena rasa terima kasihku padamu yang tiada taranya.
Wahai orang yang lembut hatinya,
Sejak aku kehilangan rasa aman dan kasih sayang serta  merasa sendirian tiada memiliki siapa-siapa kecuali Allah di dalam dada, kaulah  orang yang pertama datang memberikan rasa simpatimu dan kasih sayangmu. Aku tahu  kau telah menitikkan air mata untukku ketika orang-orang tidak menitikkan air  mata untukku.
Wahai orang yang lembut hatinya,
Ketika orang-orang di sekitarku nyaris hilang  kepekaan mereka dan masa bodoh dengan apa yang menimpa pada diriku karena mereka  diselimuti rasa bosan dan jengkel atas kejadian yang sering berulang menimpa  diriku, kau tidak hilang rasa pedulimu. Aku tidak memintamu untuk mengakui hal  itu. Karena orang ikhlas tidak akan pernah mau mengingat kebajikan yang telah  dilakukannya. Aku hanya ingin mengungkapkan apa yang saat ini kudera dalam  relung jiwa.
Wahai orang yang lembut hatinya,
Malam itu aku mengira aku akan jadi gelandangan dan  tidak memiliki siapa-siapa. Aku nyaris putus asa. Aku nyaris mau mengetuk pintu  neraka dan menjual segala kehormatan diriku karena aku tiada kuat lagi menahan  derita. Ketika setan nyaris membalik keteguhan imanku, datanglah Maria menghibur  dengan segala kelembutan hatinya. Ia datang bagaikan malaikat Jibril menurunkan  hujan pada ladang-ladang yang sedang sekarat menanti kematian. Di kamar Maria  aku terharu akan ketulusan hatinya dan keberaniannya. Aku ingin mencium telapak  kakinya atas elusan lembut tangannya pada punggungku yang sakit tiada tara.  Namun apa yang terjadi Fahri? Maria malah menangis dan memelukku erat-erat.  Dengan jujur ia menceritakan semuanya. Ia sama sekali tidak berani turun dan  tidak berniat turun malam itu. Ia telah menutup kedua telinganya dengan segala  keributan yang ditimbulkan oleh ayahku yang kejam itu. Dan datanglah  permintaanmu melalui sms kepada Maria agar berkenan turun menyeka air mata  dukaku. Maria tidak mau. Kau terus memaksanya. Maria tetap tidak mau. Kau  mengatakan pada Maria: ‘Kumohon tuturlah dan usaplah air mata. Aku menangis jika  ada perempuan menangis. Aku tidak tahan. Kumohon. Andaikan aku halal baginya  tentu aku akan turun mengusap air matanya dan membawanya ke tempat yang jauh  dari linangan air mata selama-lamanya. Maria tetap tidak mau.” Dia menjawab:  “Untuk yang ini jangan paksa aku, Fahri! Aku tidak bisa.” Kemudian dengan nama  Isa Al Masih kau memaksa Maria, kau katakan, “Kumohon, demi rasa cintamu pada Al  Masih.” Lalu Maria turun dan kau mengawasi dari jendela. Aku tahu semua karena  Maria membeberkan semua. Ia memperlihatkan semua kata-katamu yang masih  tersimpan dalam handphone-nya. Maria tidak mau aku cium kakinya. Sebab menurut  dia sebenarnya yang pantas aku cium kakinya dan kubasahi dengan air mata haruku  atas kemuliaan hatinya adalah kau. Sejak itu aku tidak lagi merasa sendiri. Aku  merasa ada orang yang menyayangiku. Aku tidak sendirian di muka bumi  ini.
Wahai orang yang lembut hatinya,
Anggaplah saat ini aku sedang mencium kedua telapak  kakimu dengan air mata haruku. Kalau kau berkenan dan Tuhan mengizinkan aku  ingin jadi abdi dan budakmu dengan penuh rasa cinta. Menjadi abdi dan budak bagi  orang shaleh yang takut kepada Allah tiada jauh berbeda rasanya dengan menjadi  puteri di istana raja. Orang shaleh selalu memanusiakan manusia dan tidak akan  menzhaliminya. Saat ini aku masih dirundung kecemasan dan ketakutan jika ayahku  mencariku dan akhirnya menemukanku. Aku takut dijadikan santapan  serigala.
Wahai orang yang lembut hatinya,
Sebenarnya aku merasa tiada pantas sedikit pun  menuliskan ini semua. Tapi rasa hormat dan cintaku padamu yang tiap detik  semakin membesar di dalam dada terus memaksanya dan aku tiada mampu menahannya.  Aku sebenarnya merasa tiada pantas mencintaimu tapi apa yang bisa dibuat oleh  makhluk dhaif seperti diriku.
Wahai orang yang lembut hatinya,
Dalam hatiku, keinginanku sekarang ini adalah aku  ingin halal bagimu. Islam memang telah menghapus perbudakan, tapi demi rasa  cintaku padamu yang tiada terkira dalamnya terhunjam di dada aku ingin menjadi  budakmu. Budak yang halal bagimu, yang bisa kau seka air matanya, kau belai  rambutnya dan kau kecup keningnya. Aku tiada berani berharap lebih dari itu.  Sangat tidak pantas bagi gadis miskin yang nista seperti diriku berharap menjadi  isterimu. Aku merasa dengan itu aku akan menemukan hidup baru yang jauh dari  cambukan, makian, kecemasan, ketakutan dan kehinaan. Yang ada dalam benakku  adalah meninggalkan Mesir. Aku sangat mencintai Mesir tanah kelahiranku. Tapi  aku merasa tidak bisa hidup tenang dalam satu bumi dengan orang-orang yang  sangat membenciku dan selalu menginginkan kesengsaraan, kehancuran dan kehinaan  diriku. Meskipun saat ini aku berada di tempat yang tenang dan aman di tengah  keluarga Syaikh Ahmad, jauh dari ayah dan dua kakakku yang kejam, tapi aku masih  merasa selalu diintai bahaya. Aku takut mereka akan menemukan diriku. Kau tentu  tahu di Mesir ini angin dan tembok bisa berbicara.
Wahai orang yang lembut hatinya,
Apakah aku salah menulis ini semua? Segala yang saat  ini menderu di dalam dada dan jiwa. Sudah lama aku selalu menanggung nestapa.  Hatiku selalu kelam oleh penderitaan. Aku merasa kau datang dengan seberkas  cahaya kasih sayang. Belum pernah aku merasakan rasa cinta pada seseorang sekuat  rasa cintaku pada dirimu. Aku tidak ingin mengganggu dirimu dengan kenistaan  kata- kataku yang tertoreh dalam lembaran kertas ini. Jika ada yang bernuansa  dosa semoga Allah mengampuninya. Aku sudah siap seandainya aku harus terbakar  oleh panasnya api cinta yang pernah membakar Laila dan Majnun. Biarlah aku jadi  Laila yang mati karena kobaran cintanya, namun aku tidak berharap kau jadi  Majnun. Kau orang baik, orang baik selalu disertai Allah.
Doakan Allah mengampuni diriku. Maafkan atas  kelancanganku. Wassalamu’alaikum,
Yang dirundung nestapa, Noura 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar